
Foto: Loenpia Goreng. ©2013 yuuhu.info
Reporter: Defri Putra
Yuuhu.info, Kota Semarang memang dikenal sebagai salah satu kota dengan kawasan
pecinan yang cukup luas. Di sudut kawasan pecinan Kota Semarang ini
terdapat salah satu tempat kuliner
cukup terkenal. Itulah Loenpia Semarang Gang Lombok, makanan sejenis
gorengan dengan isi rebung, udang dan telur yang digulung dengan kulit
adonan.
Perpaduan rasa yang sedikit manis dan gurih, makanan peranakan Cina ini memang cukup berbeda dengan makanan khas Cina lainnya. Ringan namun cukup mengenyangkan, makanan ini bisa dibilang sebagai perpaduan cinta antara Cina dan Jawa.

Loenpia sudah menjadi khas dan kebanggaan warga Kota Semarang. Berdasarkan cerita, makanan ini memang bermula dari cinta.
Dikisahkan dulu terdapat seorang pendatang asal Cina di Semarang bernama Tjoa Thay Yoe yang berjualan makanan di seputaran kawasan Pecinan. Seorang gadis pribumi bernama Wasih juga sama-sama berjualan makanan kecil seperti yang dijual Tjoa Thay Yoe.
Lama-lama keduanya kemudian jatuh cinta dan menikah. Setelah itu digabungkanlah ide keduanya untuk membuat makanan dengan apa yang sekarang disebut loenpia atau lumpia. Kreasi itu semata-mata untuk mengembangkan usaha keduanya. Makanan ini sudah dikenal pada sekitar akhir abad 19.
Keturunan asli dari keduanya sekarang masih berjualan di Gang Lombok No 11 kawasan pecinan Semarang sehingga dikenal dengan loenpia Gang Lombok. Saat ini pengelola loenpia tersebut merupakan generasi asli yang keempat yakni Untung, yang merupakan keturunan generasi sebelumnya Purnomo Usodo.
Racikan isi dari loenpia Semarang sebelumnya bias memilih yakni isi udang, isi ayam dan campuran udang serta ayam. Namun untuk saat ini yang dijual yakni dengan isi yang merupakan kombinasi rebung, orak-arik telur, ayam dan udang.
Bagi yang tidak menyukai aroma rebung, tidak perlu khawatir sebab loenpia asli Semarang ini menggunakan rebung pilihan yang masih segar dan tidak berbau.
Dalam menikmatinya, loenpia ini akan dipadukan dengan acar ketimun, bawang muda berdaun, daun selada dan saus kental manis berwarna cokelat yang terbuat dari tepung tapioka dan kecap. Tidak hanya digoreng, loenpia ini juga dijual yang belum digoreng atau biasa disebut loenpia basah.
Loenpia bukan hanya dijual di Gang Lombok, namun sudah semakin banyak yang menjualnya baik keturunan asli dari Tjoa Thay Yoe dan Wasih ataupun bukan. Makanan ini sudah semakin banyak di jajakan di sepanjang Jalan Mataram, Jalan Pemuda dan Jalan Gajahmada Semarang.
Harga jual loenpia bervariasi antara Rp 5.000 hingga Rp 15.000 tergantung besar kecilnya. Sedangkan di loenpia Gang Lombok saat ini dijual dengan harga Rp 12.000 baik untuk yang basah ataupun yang kering.
Pemerhati Kota Semarang, Jongkie Tio mengatakan loenpia ini merupakan asli peranakan dari Kota Semarang. Sebab di Cina pun tidak akan ditemukan makanan semacam ini. “Khasnya memang Semarang, kalaupun di luar daerah ada pasti berbeda juga dengan Semarang,” tuturnya.
Dulunya, loenpia biasa diisi dengan rebung, telur dan pihi atau sejenis binatang laut yang dipercaya bisa meningkatkan vitalitas pria. Namun karena pihi semakin jarang ditemukan, akhirnya diganti dengan udang ataupun ebi.
Perpaduan rasa yang sedikit manis dan gurih, makanan peranakan Cina ini memang cukup berbeda dengan makanan khas Cina lainnya. Ringan namun cukup mengenyangkan, makanan ini bisa dibilang sebagai perpaduan cinta antara Cina dan Jawa.

Loenpia sudah menjadi khas dan kebanggaan warga Kota Semarang. Berdasarkan cerita, makanan ini memang bermula dari cinta.
Dikisahkan dulu terdapat seorang pendatang asal Cina di Semarang bernama Tjoa Thay Yoe yang berjualan makanan di seputaran kawasan Pecinan. Seorang gadis pribumi bernama Wasih juga sama-sama berjualan makanan kecil seperti yang dijual Tjoa Thay Yoe.
Lama-lama keduanya kemudian jatuh cinta dan menikah. Setelah itu digabungkanlah ide keduanya untuk membuat makanan dengan apa yang sekarang disebut loenpia atau lumpia. Kreasi itu semata-mata untuk mengembangkan usaha keduanya. Makanan ini sudah dikenal pada sekitar akhir abad 19.
Keturunan asli dari keduanya sekarang masih berjualan di Gang Lombok No 11 kawasan pecinan Semarang sehingga dikenal dengan loenpia Gang Lombok. Saat ini pengelola loenpia tersebut merupakan generasi asli yang keempat yakni Untung, yang merupakan keturunan generasi sebelumnya Purnomo Usodo.
Racikan isi dari loenpia Semarang sebelumnya bias memilih yakni isi udang, isi ayam dan campuran udang serta ayam. Namun untuk saat ini yang dijual yakni dengan isi yang merupakan kombinasi rebung, orak-arik telur, ayam dan udang.
Bagi yang tidak menyukai aroma rebung, tidak perlu khawatir sebab loenpia asli Semarang ini menggunakan rebung pilihan yang masih segar dan tidak berbau.
Dalam menikmatinya, loenpia ini akan dipadukan dengan acar ketimun, bawang muda berdaun, daun selada dan saus kental manis berwarna cokelat yang terbuat dari tepung tapioka dan kecap. Tidak hanya digoreng, loenpia ini juga dijual yang belum digoreng atau biasa disebut loenpia basah.
Loenpia bukan hanya dijual di Gang Lombok, namun sudah semakin banyak yang menjualnya baik keturunan asli dari Tjoa Thay Yoe dan Wasih ataupun bukan. Makanan ini sudah semakin banyak di jajakan di sepanjang Jalan Mataram, Jalan Pemuda dan Jalan Gajahmada Semarang.
Harga jual loenpia bervariasi antara Rp 5.000 hingga Rp 15.000 tergantung besar kecilnya. Sedangkan di loenpia Gang Lombok saat ini dijual dengan harga Rp 12.000 baik untuk yang basah ataupun yang kering.
Pemerhati Kota Semarang, Jongkie Tio mengatakan loenpia ini merupakan asli peranakan dari Kota Semarang. Sebab di Cina pun tidak akan ditemukan makanan semacam ini. “Khasnya memang Semarang, kalaupun di luar daerah ada pasti berbeda juga dengan Semarang,” tuturnya.
Dulunya, loenpia biasa diisi dengan rebung, telur dan pihi atau sejenis binatang laut yang dipercaya bisa meningkatkan vitalitas pria. Namun karena pihi semakin jarang ditemukan, akhirnya diganti dengan udang ataupun ebi.

Langganan berita!
|