
Foto: Ahok pimpin upacara HUT Satpol PP di Monas. ©2013 yuuhu.info
Reporter: Defri Putra
Yuuhu.info, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan anggaran Rp 4 triliun untuk pembangunan
infrastruktur dan penambahan ruang terbuka hijau (RTH). Infrastruktur
tersebut digunakan untuk mengatasi kemacetan, banjir, transportasi dan
penataan kawasan kumuh.
"Kita beli lahan, siapin total Rp 4 triliun. Makanya kita mau bilang dengan dana itu kita bisa kuasai lahan. Kita mau beli tanah terus," kata Ahok di Balai Kota DKI, Jakarta, Rabu (8/5).
Anggaran tersebut juga akan digunakan untuk penataan rumah di bantaran kali. Selain itu, Pemprov akan membeli lahan di luar wilayah DKI untuk warga bantaran kali. Lahan tersebut harus ada jalur kereta apinya, sehingga warga bisa menggunakan transportasi kereta api.
Bahkan, anggaran tersebut akan disinkronisasikan dengan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT). Bila warga Fatmawati masih menolak pembangunan transportasi massal berbasis rel ini karena nilai properti akan turun, maka anggaran itu dapat digunakan untuk membeli seluruh properti warga.
"Iya kita akan beli terus. Makanya kalau warga Fatmawati merasa akan turun nilai propertinya, kita akan beli," jelasnya.
Ahok mengakui, dalam pengadaan tanah atau pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur cukup sulit dilakukan. Terbukti, dari penyerapan APBD DKI setiap tahunnya, yang paling besar tidak terserap terdapat dalam pos anggaran pembebasan lahan.
Karena itu diperlukan sosialisasi peraturan perundang-undangan pengadaan tanah, sehingga warga maupun para pejabat tidak menyalahi aturan dalam pelaksanaan peraturan yang tertulis dalam Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Untuk itulah, lanjutnya Pemprov melakukan sosialisasi UU No. 2/2012 di Balai Kota DKI, hari ini.
"Jadi kalau seperti jalan tol, kalau tidak bisa digeser, ya kita ambil tapi dilakukan konsinyasi harga supaya adil. Tapi kalau harga pasar 10 perak pemilik ngotot 20 perak, itu kurang ajar. Ini untuk kepentingan umum. Tapi kalau bisa dipindahkan lokasinya, kamu tidak jual, saya tetap ngotot ambil, saya kurang ajar juga. Jadi UU ini akan menjadi payung hukum bagi pengadaan tanah di Jakarta. Itu yang kita harapkan," terangnya.
Pihaknya sering menemukan, saat Pemprov mau membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan atau bangunan lain, warga memberikan harga dua kali lipat dari harga nilai jual objek pajak (NJOP). Menurutnya, tindakan warga tersebut merupakan tindakan yang tidak masuk akal, karena anggaran membeli lahan adalah anggaran dari rakyat juga.
"Paling tidak kita mau membeli sesuai dengan harga pasar. Artinya ada kesempatan peluang yang sama di pasar lain beli di tempat lain. Tapi kadang-kadang orang kurang ajar, kamu butuh tanah nih, saya maunya dua kali dari harga pasar. Makanya undang-undang ini lebih menekankan pada konsinyasi," ungkapnya.
"Kita beli lahan, siapin total Rp 4 triliun. Makanya kita mau bilang dengan dana itu kita bisa kuasai lahan. Kita mau beli tanah terus," kata Ahok di Balai Kota DKI, Jakarta, Rabu (8/5).
Anggaran tersebut juga akan digunakan untuk penataan rumah di bantaran kali. Selain itu, Pemprov akan membeli lahan di luar wilayah DKI untuk warga bantaran kali. Lahan tersebut harus ada jalur kereta apinya, sehingga warga bisa menggunakan transportasi kereta api.
Bahkan, anggaran tersebut akan disinkronisasikan dengan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT). Bila warga Fatmawati masih menolak pembangunan transportasi massal berbasis rel ini karena nilai properti akan turun, maka anggaran itu dapat digunakan untuk membeli seluruh properti warga.
"Iya kita akan beli terus. Makanya kalau warga Fatmawati merasa akan turun nilai propertinya, kita akan beli," jelasnya.
Ahok mengakui, dalam pengadaan tanah atau pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur cukup sulit dilakukan. Terbukti, dari penyerapan APBD DKI setiap tahunnya, yang paling besar tidak terserap terdapat dalam pos anggaran pembebasan lahan.
Karena itu diperlukan sosialisasi peraturan perundang-undangan pengadaan tanah, sehingga warga maupun para pejabat tidak menyalahi aturan dalam pelaksanaan peraturan yang tertulis dalam Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Untuk itulah, lanjutnya Pemprov melakukan sosialisasi UU No. 2/2012 di Balai Kota DKI, hari ini.
"Jadi kalau seperti jalan tol, kalau tidak bisa digeser, ya kita ambil tapi dilakukan konsinyasi harga supaya adil. Tapi kalau harga pasar 10 perak pemilik ngotot 20 perak, itu kurang ajar. Ini untuk kepentingan umum. Tapi kalau bisa dipindahkan lokasinya, kamu tidak jual, saya tetap ngotot ambil, saya kurang ajar juga. Jadi UU ini akan menjadi payung hukum bagi pengadaan tanah di Jakarta. Itu yang kita harapkan," terangnya.
Pihaknya sering menemukan, saat Pemprov mau membangun infrastruktur seperti jalan, jembatan atau bangunan lain, warga memberikan harga dua kali lipat dari harga nilai jual objek pajak (NJOP). Menurutnya, tindakan warga tersebut merupakan tindakan yang tidak masuk akal, karena anggaran membeli lahan adalah anggaran dari rakyat juga.
"Paling tidak kita mau membeli sesuai dengan harga pasar. Artinya ada kesempatan peluang yang sama di pasar lain beli di tempat lain. Tapi kadang-kadang orang kurang ajar, kamu butuh tanah nih, saya maunya dua kali dari harga pasar. Makanya undang-undang ini lebih menekankan pada konsinyasi," ungkapnya.

Langganan berita!
|