Foto:
. ©2013 yuuhu.info
Oleh: Dion
Yuuhu.info, Makanan yang satu ini memang sudah tidak asing lagi di lidah masyarakat
Jakarta. Sebab, hampir di pelosok ibu kota setiap orang dapat menemukan
penjaja kuliner ini. Iya, apa lagi kalau bukan sate Madura.
Mulai dari yang berupa gerobak dorongan hingga pedagang kaki lima, sate Madura kerap menjadi salah satu pilihan makanan warga Jakarta. Alhasil, banyak pemikiran yang mengidentikkan orang Madura dengan penjual sate Madura itu sendiri.
Tidak salah memang. Ini lantaran banyak warga Madura yang berprofesi sebagai penjual sate. Mereka bahkan boleh dibilang ingin mencoba peruntungan di Jakarta, setelah sebelumnya menjual makanan yang selalu diikuti dengan kata 'asli Madura' itu di kampung halamannya.
Baresi salah satunya. Lelaki asal Pangkalan, Madura, ini sudah berjualan sate di Jakarta sejak 2008 lalu. Dia berani beradu nasib setelah pamannya mengajak dia untuk mencari uang di Jakarta.
"Jadi saya kerja ikut om dan yang membikin warung sate ini pertama memang om dari saudara ibu saya itu. Sekarang saya yang jaga," kata Baresi saat berbincang-bincang dengan merdeka.com, Jumat (14/6).
Warung sate yang terletak di pinggiran Jalan Tebet Raya, Jakarta Selatan, ini memang dengan jelas mencantumkan kata sate asli Madura, dengan pilihan sate ayam dan sate kambing.
Pemuda kelahiran 1992 ini menjelaskan bahwa di kampung halamannya memang banyak yang menjual sate. Menurut dia, orang Madura bisa diidentikkan dengan penjual sate.
"Om saya di sana (Madura) juga sudah jual sate dari awal, tapi warung yang di kampung itu akhirnya dilepas buat anaknya dan om saya akhirnya buka cabang ke Jakarta. Jadi yang di kampung sudah ada yang jagain," ujar dia.
Lelaki yang suka dengan sepak bola ini menjelaskan bahwa orang Madura memang kurang begitu suka dengan sayur dan lebih senang dengan daging layaknya orang Padang. Hal inilah yang menurut dia kenapa banyak orang Madura menjadi penjual sate.
"Mungkin karena kita suka daging jadi banyak yang jualan sate. Tapi kalau profesi lain paling belok-beloknya jadi tukang besi tua atau tukang kayu. Nah kalau dari keluarga saya memang banyak juga yang jual sate Madura," ucap lelaki yang suka dengan klub Manchester City ini.
Baresi juga menyadari banyaknya pedagang sate Madura di Jakarta. Bahkan, beberapa warung sate Madura lainnya juga tidak terlalu jauh dan hanya berjarak ratusan meter dari warung sate milik pamannya itu.
Namun, meski begitu dia mengatakan hubungan dengan sesama penjual sate Madura lainnya tidak pernah ada masalah dan baginya rezeki sudah ada yang mengatur.
"Hubungan sih aman-aman saja, iya layaknya setiap orang pastikan tidak mau dicolek, dan itu sama dengan orang Madura yang tidak mau dicolek. Asal enak-enak saja jalanin usaha dan tidak merugikan satu sama lainnya tidak masalah," ucap Baresi. "Kita tidak saling iri karena rezeki sudah di tangan Tuhan."
Baresi juga menjelaskan memang ada paguyuban penjual sate Madura. Namun, dia tidak tahu apakah pamannya itu turut ikut dalam suatu paguyuban pedagang sate Madura.
Sementara itu, dia mengatakan duka yang dia rasakan selama kurang lebih lima tahun berjualan sate di Jakarta adalah ketika hujan lebat mengguyur. Ini lantaran pembeli yang datang bakalan sepi.
"Nah kalau untuk masalah pungutan, iya memang biasanya setiap tempat pasti ada yang megang. Tetapi memang pungutan itu tidak setiap hari, paling dia juga minta Rp 10 ribu kalau ada perlu saja, dan saya nanti tinggal bilang ke om kalau ada iuran. Om saya paling bilang iya sudah tidak apa-apa ikutin saja kita harus sadar bahwa kita kan numpang di sini," ujar Baresi sambil melepas tawa.
Baresi mengatakan yang menjadi ciri khas dan yang membedakan sate Madura dengan sate-sate lainnya memang terletak di rasa bumbunya. "Sate Madura terkenalnya manis dan gurih."
Dia menjelaskan untuk pendapatan dirinya dikasih Rp 400 ribu per bulan dari pamannya. Sementara untuk omzetnya sendiri bisa mencapai antara Rp 450 ribu sampai 500 ribu per hari.
Saban harinya, Baresi selalu membawa 200 tusuk sate ayam dan 100 tusuk sate kambing. Sedangkan untuk Sop Madura, tiap hari dia membawa dengan takaran sepuluh mangkok.
Mulai dari yang berupa gerobak dorongan hingga pedagang kaki lima, sate Madura kerap menjadi salah satu pilihan makanan warga Jakarta. Alhasil, banyak pemikiran yang mengidentikkan orang Madura dengan penjual sate Madura itu sendiri.
Tidak salah memang. Ini lantaran banyak warga Madura yang berprofesi sebagai penjual sate. Mereka bahkan boleh dibilang ingin mencoba peruntungan di Jakarta, setelah sebelumnya menjual makanan yang selalu diikuti dengan kata 'asli Madura' itu di kampung halamannya.
Baresi salah satunya. Lelaki asal Pangkalan, Madura, ini sudah berjualan sate di Jakarta sejak 2008 lalu. Dia berani beradu nasib setelah pamannya mengajak dia untuk mencari uang di Jakarta.
"Jadi saya kerja ikut om dan yang membikin warung sate ini pertama memang om dari saudara ibu saya itu. Sekarang saya yang jaga," kata Baresi saat berbincang-bincang dengan merdeka.com, Jumat (14/6).
Warung sate yang terletak di pinggiran Jalan Tebet Raya, Jakarta Selatan, ini memang dengan jelas mencantumkan kata sate asli Madura, dengan pilihan sate ayam dan sate kambing.
Pemuda kelahiran 1992 ini menjelaskan bahwa di kampung halamannya memang banyak yang menjual sate. Menurut dia, orang Madura bisa diidentikkan dengan penjual sate.
"Om saya di sana (Madura) juga sudah jual sate dari awal, tapi warung yang di kampung itu akhirnya dilepas buat anaknya dan om saya akhirnya buka cabang ke Jakarta. Jadi yang di kampung sudah ada yang jagain," ujar dia.
Lelaki yang suka dengan sepak bola ini menjelaskan bahwa orang Madura memang kurang begitu suka dengan sayur dan lebih senang dengan daging layaknya orang Padang. Hal inilah yang menurut dia kenapa banyak orang Madura menjadi penjual sate.
"Mungkin karena kita suka daging jadi banyak yang jualan sate. Tapi kalau profesi lain paling belok-beloknya jadi tukang besi tua atau tukang kayu. Nah kalau dari keluarga saya memang banyak juga yang jual sate Madura," ucap lelaki yang suka dengan klub Manchester City ini.
Baresi juga menyadari banyaknya pedagang sate Madura di Jakarta. Bahkan, beberapa warung sate Madura lainnya juga tidak terlalu jauh dan hanya berjarak ratusan meter dari warung sate milik pamannya itu.
Namun, meski begitu dia mengatakan hubungan dengan sesama penjual sate Madura lainnya tidak pernah ada masalah dan baginya rezeki sudah ada yang mengatur.
"Hubungan sih aman-aman saja, iya layaknya setiap orang pastikan tidak mau dicolek, dan itu sama dengan orang Madura yang tidak mau dicolek. Asal enak-enak saja jalanin usaha dan tidak merugikan satu sama lainnya tidak masalah," ucap Baresi. "Kita tidak saling iri karena rezeki sudah di tangan Tuhan."
Baresi juga menjelaskan memang ada paguyuban penjual sate Madura. Namun, dia tidak tahu apakah pamannya itu turut ikut dalam suatu paguyuban pedagang sate Madura.
Sementara itu, dia mengatakan duka yang dia rasakan selama kurang lebih lima tahun berjualan sate di Jakarta adalah ketika hujan lebat mengguyur. Ini lantaran pembeli yang datang bakalan sepi.
"Nah kalau untuk masalah pungutan, iya memang biasanya setiap tempat pasti ada yang megang. Tetapi memang pungutan itu tidak setiap hari, paling dia juga minta Rp 10 ribu kalau ada perlu saja, dan saya nanti tinggal bilang ke om kalau ada iuran. Om saya paling bilang iya sudah tidak apa-apa ikutin saja kita harus sadar bahwa kita kan numpang di sini," ujar Baresi sambil melepas tawa.
Baresi mengatakan yang menjadi ciri khas dan yang membedakan sate Madura dengan sate-sate lainnya memang terletak di rasa bumbunya. "Sate Madura terkenalnya manis dan gurih."
Dia menjelaskan untuk pendapatan dirinya dikasih Rp 400 ribu per bulan dari pamannya. Sementara untuk omzetnya sendiri bisa mencapai antara Rp 450 ribu sampai 500 ribu per hari.
Saban harinya, Baresi selalu membawa 200 tusuk sate ayam dan 100 tusuk sate kambing. Sedangkan untuk Sop Madura, tiap hari dia membawa dengan takaran sepuluh mangkok.
Langganan berita!
|