Foto:
. ©2013 yuuhu.info
Oleh: Dion
Yuuhu.info, Pelaporan transaksi mencurigakan di industri keuangan non-bank masih
lebih rendah dari pelaporan serupa yang dilakukan oleh perbankan. Oleh
sebab itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berupaya untuk meningkatkan
pelaporan transaksi keuangan yang tidak wajar dari sektor ini.
"Pelaporan transaksi mencurigakan di lembaga non-perbankan rendah," ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Darmansyah Hadad di Gedung Bidakara 1, Jakarta, Selasa (18/6).
Untuk dapat mendorong hal tersebut, lanjut Muliaman, perlu peran aktif dari sisi edukasi kepada para petugas lembaga jasa keuangan untuk melaporkan transaksi yang dinilai mencurigakan. OJK sendiri telah menjalin kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menekan tindak pencuciaan uang dan pendanaan terorisme. Pihak yang bakal digandeng OJK adalah badan perkreditan rakyat (BPR).
"Kalau kita libatkan BPR atau lembaga keuangan mikro, saya pikir pengetahuan ini perlu disosialisasikan, perlu program edukasi. UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK kan mengamanatkan agar OJK tidak hanya upayakan mengawasi dan atur industri keuangan tidak hanya berkontribusi pada perekonomian tapi juga stabil, sehingga melindungi kepentingan konsumen. Ini yang mendorong kerja sama (dengan PPATK dan lembaga lain)," papar Muliaman.
Beberapa langkah dinilai perlu diambil guna meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme ini. Pemerintah sendiri dengan tegas memerangi dua hal tersebut dengan mengeluarkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Beberapa tahun lalu saya di Bank Indonesia bersama PPATK berupaya mendirikan pusat kajian anti-pencucian uang di berbagai universitas di Indonesia. Ini mengalami hambatan dalam realisasinya. Mudah-mudahan nanti pusat kajian terkait tindak pidana pencucian uang ini bisa menumbuhkan kesadaran di masyarakat," cetusnya.
"Pelaporan transaksi mencurigakan di lembaga non-perbankan rendah," ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Darmansyah Hadad di Gedung Bidakara 1, Jakarta, Selasa (18/6).
Untuk dapat mendorong hal tersebut, lanjut Muliaman, perlu peran aktif dari sisi edukasi kepada para petugas lembaga jasa keuangan untuk melaporkan transaksi yang dinilai mencurigakan. OJK sendiri telah menjalin kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menekan tindak pencuciaan uang dan pendanaan terorisme. Pihak yang bakal digandeng OJK adalah badan perkreditan rakyat (BPR).
"Kalau kita libatkan BPR atau lembaga keuangan mikro, saya pikir pengetahuan ini perlu disosialisasikan, perlu program edukasi. UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK kan mengamanatkan agar OJK tidak hanya upayakan mengawasi dan atur industri keuangan tidak hanya berkontribusi pada perekonomian tapi juga stabil, sehingga melindungi kepentingan konsumen. Ini yang mendorong kerja sama (dengan PPATK dan lembaga lain)," papar Muliaman.
Beberapa langkah dinilai perlu diambil guna meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme ini. Pemerintah sendiri dengan tegas memerangi dua hal tersebut dengan mengeluarkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Beberapa tahun lalu saya di Bank Indonesia bersama PPATK berupaya mendirikan pusat kajian anti-pencucian uang di berbagai universitas di Indonesia. Ini mengalami hambatan dalam realisasinya. Mudah-mudahan nanti pusat kajian terkait tindak pidana pencucian uang ini bisa menumbuhkan kesadaran di masyarakat," cetusnya.
Langganan berita!
|