Foto:
. ©2013 yuuhu.info
Oleh: Dion
Yuuhu.info, Mi instan jelas bukan makanan khas daerah tertentu. Produk pabrikan itu
bisa diolah oleh siapa saja, asal mengikuti cara memasak yang tertera
pada bungkusnya.
Namun, di Jakarta dan beberapa daerah lain, pemilik warung mi instan banyak dikenal dari Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Mi yang dijual pun seragam bermerek Indomie.
Khusus di Jakarta, jumlah pedagang Indomie ini ditaksir mencapai belasan ribu lebih. Jumlah itu diukur dari 11.500 pedagang mi instan yang diberangkatkan mudik gratis oleh PT Indofood tahun lalu.
"90 Persen kita berangkatkan ke Jawa Barat, kebanyakan pedagang Indomie kan dari Kuningan," kata Direktur Indofood Taufik Wiraatmadja saat melepas rombongan mudik Lebaran tahun lalu.
Antara Indomie dan Kuningan jelas tidak memiliki hubungan, selain hubungan produk dan pedagang yang saling menguntungkan. Namun, mengapa hanya orang Kuningan yang mendominasi penjualan mi instan?
Deni (25), penjual warung Indomie 'Doa Ibu' di Jalan Salihara, Jakarta Selatan, juga tidak tahu persis mengapa banyak pedagang di warung Indomie berasal dari Kuningan. Pemuda asal Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan itu bahkan mengatakan, di kampungnya jarang sekali ada warung penjual mi instan olahan seperti yang dikelolanya.
"Kalau di kotanya baru (ada), tapi itu pun tidak banyak," ujar dia.
Deni juga mengatakan orang Kuningan tidak mempunyai keahlian khusus dalam mengolah Indomie. Sejak pertama kali ikut jualan setahun lalu, dia pun masih harus diajarkan cara memasak mi yang benar oleh pemilik warung yang merupakan kenalannya satu kampung di Kuningan.
Warung kecil tempat Deni bekerja tidak hanya menjual Indomie. Menu lain pun disajikan seperti bubur kacang ijo, telur setengah matang, roti bakar, kopi seduh dan lainnya. Seperti warung Indomie asal Kuningan lainnya, warung Deni itu juga buka 24 jam.
"Saya kali ini kebetulan dapat shift pagi," kata Deni kepada merdeka.com, Sabtu (15/6).
Buka 24 jam, kata Deni, sangat menguntungkan karena tak jauh dari warungnya banyak terdapat rumah kos mahasiswa yang kebanyakan dari Universitas Nasional. Nah, mahasiswa yang keroncongan malam-malam biasanya suka bergerombol datang ke warungnya.
"Biasanya sambil nongkrong lama di sini," kata Deni.
Soal omzet perharinya, Deni tidak terlalu mengerti karena duit langsung dihitung sang pemilik. Namun, yang jelas, sistem buka 24 jam sangat menguntungkan untuk mereka yang ingin instan memakan mi instan.
Namun, di Jakarta dan beberapa daerah lain, pemilik warung mi instan banyak dikenal dari Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Mi yang dijual pun seragam bermerek Indomie.
Khusus di Jakarta, jumlah pedagang Indomie ini ditaksir mencapai belasan ribu lebih. Jumlah itu diukur dari 11.500 pedagang mi instan yang diberangkatkan mudik gratis oleh PT Indofood tahun lalu.
"90 Persen kita berangkatkan ke Jawa Barat, kebanyakan pedagang Indomie kan dari Kuningan," kata Direktur Indofood Taufik Wiraatmadja saat melepas rombongan mudik Lebaran tahun lalu.
Antara Indomie dan Kuningan jelas tidak memiliki hubungan, selain hubungan produk dan pedagang yang saling menguntungkan. Namun, mengapa hanya orang Kuningan yang mendominasi penjualan mi instan?
Deni (25), penjual warung Indomie 'Doa Ibu' di Jalan Salihara, Jakarta Selatan, juga tidak tahu persis mengapa banyak pedagang di warung Indomie berasal dari Kuningan. Pemuda asal Desa Kertawangunan, Kecamatan Sindangagung, Kabupaten Kuningan itu bahkan mengatakan, di kampungnya jarang sekali ada warung penjual mi instan olahan seperti yang dikelolanya.
"Kalau di kotanya baru (ada), tapi itu pun tidak banyak," ujar dia.
Deni juga mengatakan orang Kuningan tidak mempunyai keahlian khusus dalam mengolah Indomie. Sejak pertama kali ikut jualan setahun lalu, dia pun masih harus diajarkan cara memasak mi yang benar oleh pemilik warung yang merupakan kenalannya satu kampung di Kuningan.
Warung kecil tempat Deni bekerja tidak hanya menjual Indomie. Menu lain pun disajikan seperti bubur kacang ijo, telur setengah matang, roti bakar, kopi seduh dan lainnya. Seperti warung Indomie asal Kuningan lainnya, warung Deni itu juga buka 24 jam.
"Saya kali ini kebetulan dapat shift pagi," kata Deni kepada merdeka.com, Sabtu (15/6).
Buka 24 jam, kata Deni, sangat menguntungkan karena tak jauh dari warungnya banyak terdapat rumah kos mahasiswa yang kebanyakan dari Universitas Nasional. Nah, mahasiswa yang keroncongan malam-malam biasanya suka bergerombol datang ke warungnya.
"Biasanya sambil nongkrong lama di sini," kata Deni.
Soal omzet perharinya, Deni tidak terlalu mengerti karena duit langsung dihitung sang pemilik. Namun, yang jelas, sistem buka 24 jam sangat menguntungkan untuk mereka yang ingin instan memakan mi instan.
Langganan berita!
|